Minggu, 14 Juli 2013

ARTIKEL KU

DURMA                                    OLEH: LISA MEGAWATI_2601409111_ROMBEL 4
Harapan, Impian, Cita-cita,
Kae manungsa golek upa angkara
Sesingidan mawuni
Nggawa bandha donya
Mbuwang rasa agama
Nyingkiri sesanti ati
Tan wedi dosa
Tan eling bakal mati


S
alah satu tembang Jawa ini merupakan harapan, impian, cita-cita, bagaimana sikap dan perilaku manusia, ketika sudah berkeluarga, sudah tua, “sampun sepuh” harus dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu, maka akan mundur dari sikap hura-hura. Mengutamakan “Derma” atau memberi. Menomorsatukan dharma atau berkarya tanpa berpaling lagi. Mundur dari keramaian, ketidakjujuran, dan saling menguasai, untuk menuju persiapan lebih dalam menyiapkan generasi penerus.
Durma berasal dari kata Jawa Klasik yang berarti harimau. Sesuai dengan arti itu, tembang Durma berwatak atau biasa digunakan dalam suasana seram. Durma salah satu tembang macapat yang memiliki watak galak, : bersemangat, keras.  Kegunaan: mengungkapkan kemarahan, kejengkelan, peperangan. Ada kalanya juga tembang Durma terdenger seram dan membuat takut pendengarnya. Durma termasuk tembang yang wingit.
 Istilah ‘lengser pinandhita’ sebetulnya asal muasalnya dari sini. Setelah mengalami lahir (Mijil), jadi anak muda (Sinom), memiliki cita-cita mulia (Maskumambang), mendapatkan pendamping (Kinanthi), menikmati “Dhandanggula”, menambah jumlah keluarga (Gambuh), mampu menghindari hal-hal buruk (Pangkur), lalu seorang manusia harus benar-benar berperilaku hidup “Durma”. Berani mundur dari samubarang kang ala (segala sesuatu hal yang jahat). Mundur dan mengendalikan makan, tidur, minum, mencuri, membunuh (molimo). Darma, darma, dan darma sepanjang hidup. Memikirkan dan mengutamakan kewajiban sehingga tidak mendewakan hak-haknya. Sapa sing bisa? Harus bisa amarga manungsa kuwi dudu apa-apa. Manungsa kuwi ra duwe apa-apa. Ada tantangan pasti ada cara. Ada keinginan dan harapan pasti tersedia jalan tengahnya. Siapa yang berusaha akan mendapatkan buah pekerti.
Pesan dan kesan dalam hidup ini melalui Tembang Durma, semestinya dimaknai dengan ikhlas hati. Menelusuri akar budaya Kejawen, yaitu asal-usul lahirnya, adanya sebelas tembang Jawa. Kenapa sebelas? Selalu sebelas? Sewelas? Karena manusia tanpa kasih ikhlas (piwelas) sebetulnya seseorang belum jadi manusia.
Mengapa manusia harus mengutamakan karya? Sebab tubuh jasmani manusia, raga manusia ini akan hancur, jadi dengan ilmu ini, manusia akan meninggalkan sesuatu nan abadi seperti tubuh rohani yang tidak pernah disadari. Jika kita sering sibuk dengan makan dan minum semata, tanpa memberi kesempatan buat hnenging pikir, hninging swasono, hnunging roso, lan hnanging kahuripan.. Kini dia memanggul yang namanya ‘Durma’, berkarya sambil menyingkirkan molimoyen biso. Kalau tidak bisa ya jadi dununging angkoro (tempat bermukimnya kezoliman).Mundur dari segala keburukan dan mengutamakan “Darma” supaya bisa merenungkan hidup ini apakah sudah benar belum. Apakah lurus atau berbelok-belok? Sudah tepat atau luput?
Demikianlah keberadaan karya indah nan wingit, yang mampu memberi kita wacana tentang alam pikiran manusia untuk dapat mencapai tingkat perenungan yang lebih mendalam. Mari kita berkarya sambil mendengarkan lelangenan Tembang Durma, mengerti dan mengamalkan maknanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar