DURMA OLEH: LISA
MEGAWATI_2601409111_ROMBEL 4
Harapan,
Impian, Cita-cita,
Kae
manungsa golek upa angkara
Sesingidan mawuni
Nggawa bandha donya
Mbuwang rasa agama
Nyingkiri sesanti ati
Tan wedi dosa
Tan eling bakal mati
Sesingidan mawuni
Nggawa bandha donya
Mbuwang rasa agama
Nyingkiri sesanti ati
Tan wedi dosa
Tan eling bakal mati
S
|
alah
satu tembang Jawa ini merupakan harapan, impian, cita-cita, bagaimana sikap dan
perilaku manusia, ketika sudah berkeluarga, sudah tua, “sampun sepuh” harus
dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu, maka akan mundur dari sikap
hura-hura. Mengutamakan “Derma” atau memberi. Menomorsatukan dharma atau
berkarya tanpa berpaling lagi. Mundur dari keramaian, ketidakjujuran, dan
saling menguasai, untuk menuju persiapan lebih dalam menyiapkan generasi
penerus.
Durma
berasal dari kata Jawa Klasik yang berarti harimau. Sesuai dengan arti itu,
tembang Durma berwatak atau biasa digunakan dalam suasana seram. Durma
salah satu tembang macapat yang memiliki
watak galak, : bersemangat, keras. Kegunaan:
mengungkapkan kemarahan, kejengkelan, peperangan. Ada kalanya juga tembang
Durma terdenger seram dan membuat takut pendengarnya. Durma termasuk tembang
yang wingit.
Istilah ‘lengser
pinandhita’ sebetulnya asal muasalnya dari sini. Setelah mengalami lahir
(Mijil), jadi anak muda (Sinom), memiliki cita-cita mulia (Maskumambang),
mendapatkan pendamping (Kinanthi), menikmati “Dhandanggula”, menambah jumlah
keluarga (Gambuh), mampu menghindari hal-hal buruk (Pangkur), lalu seorang
manusia harus benar-benar berperilaku hidup “Durma”. Berani mundur dari samubarang kang ala (segala sesuatu hal yang
jahat). Mundur dan mengendalikan makan, tidur, minum, mencuri,
membunuh (molimo). Darma, darma, dan darma sepanjang hidup. Memikirkan dan
mengutamakan kewajiban sehingga tidak mendewakan hak-haknya. Sapa sing bisa?
Harus bisa amarga manungsa kuwi dudu apa-apa. Manungsa kuwi ra duwe
apa-apa. Ada tantangan pasti ada cara. Ada keinginan dan harapan pasti
tersedia jalan tengahnya. Siapa yang berusaha akan mendapatkan buah pekerti.
Pesan dan kesan dalam hidup ini melalui Tembang Durma,
semestinya dimaknai dengan ikhlas hati. Menelusuri akar budaya Kejawen, yaitu
asal-usul lahirnya, adanya sebelas tembang Jawa. Kenapa sebelas? Selalu
sebelas? Sewelas? Karena manusia tanpa kasih ikhlas (piwelas) sebetulnya
seseorang belum jadi manusia.
Mengapa manusia harus mengutamakan karya? Sebab tubuh
jasmani manusia, raga manusia ini akan hancur, jadi dengan ilmu ini, manusia
akan meninggalkan sesuatu nan abadi seperti tubuh rohani yang tidak pernah
disadari. Jika kita sering sibuk dengan makan dan minum semata, tanpa memberi
kesempatan buat hnenging pikir, hninging
swasono, hnunging roso, lan hnanging kahuripan.. Kini dia memanggul yang namanya ‘Durma’,
berkarya sambil menyingkirkan “molimo” yen
biso. Kalau tidak bisa ya jadi dununging
angkoro (tempat bermukimnya kezoliman).Mundur dari segala
keburukan dan mengutamakan “Darma” supaya bisa merenungkan hidup ini apakah
sudah benar belum. Apakah lurus atau berbelok-belok? Sudah tepat atau luput?
Demikianlah
keberadaan karya indah nan wingit, yang mampu memberi kita wacana tentang alam
pikiran manusia untuk dapat mencapai tingkat perenungan yang lebih mendalam. Mari
kita berkarya sambil mendengarkan lelangenan Tembang Durma, mengerti dan
mengamalkan maknanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar